Perempuan Tersangka Penipuan Miliaran di Luwuk Banggai Menyebut Perempuan Lain Sebagai Aktor Intelektual

Foto: Advokat Erik Ronaldo Alimun

Setelah di publish Rusdy Talha.Com dan dan menjadi perbincangan warga di Luwuk Banggai, Penyidik Polres Banggai akhirnya menetapkan Sdri. AAA yang sehari-hari disapa IT sebagai tersangka. Namun ND sebagai pelapor selanjutnya disebut korban yang memperoleh informasi mengenai penetapan tersangka hanya terhadap satu orang heran dan bingung karena jelas-jelas dalam rangkaian peristiwa pidana tersebut terdapat bukti dugaan keterlibatan pihak lain selain Sdri. IT yakni, Sdri. IC, perempuan yang dikenal luas sebagai pengusaha serta Sdr. SBHN alias SB.

Untuk memastikan kemungkinan keterlibatan pihak lain di luar IT, pihak korban mencoba membangun komunikasi setelah terlebih dahulu dihubungi IT yang saat ini sedang menjalani hukuman dalam kasus lain di Lapas Kelas II Palu.

Dari hasil komunikasi via telepon maupun kesaksian mereka yang bertemu langsung dengan IT diperoleh informasi bahwa yang bersangkutan mengaku hanya pelaksana lapangan. Sementara yang meminta IT menghubungi korban serta yang menikmati hasil terbesar penipuan tersebut adalah IC.

Seperti diberitakan sebelumnya dari penyerahan langsung secara tunai dana milik korban dan SB sebesar 2,1 M (masing-masing 1,05 M) ke IT. IC menikmati 1,8 M sementara IT hanya menikmati sisanya sebesar 300 juta rupiah.

Lebih jauh IT menjelaskan kronologis terjadinya penipuan bermula ketika IT menyampaikan pada IC yang juga rekan bisnisnya kalau dirinya bermaksud mencari dana di Palu yang oleh IC disuruh menghubungi korban dengan mengatakan: “Tidak usah jauh-jauh ke Palu hubungi saja korban karena ada uangnya”. Berdasarkan arahan IC tersebut IT menjalankan aksinya dengan mula-mula menghubungi korban lewat HP milik IC dengan menawarkan proyek fiktif kepada korban.

Sekitar dua hari pasca bicara dengan korban melalui HP IC, IT mendatangi korban dan menawarkan Proyek MPS 1 (Man Power Supply) senilai Rp. 2.1 M pada korban dengan mengatakan, “Ini sebenarnya proyeknya IC kenapa bukan korban saja yang ambil”. Oleh korban dijawab, “Saya tidak punya dana tunai sebesar itu”.

Selanjutnya korban dan IT berhasil mengajak SB bergabung. Dalam kerjasama ini disepakati, korban dan SB masing-masing menyerahkan 1,05 M dengan janji keuntungan sebesar 650 juta. Uang 2,1 M tersebut diserahkan dua hari kemudian secara tunai pada IT.

Dari dana yang diserahkan ke IT secara tunai yang totalnya senilai 2,1 M tersebut pada hari itu juga sebesar 1,8 M diserahkan secara tunai ke IC dengan disaksikan suami IT. Sementara sisanya sebesar 300 juta dipakai IT sendiri. Padahal Proyek MPS (Man Power Supply) senilai Rp. 2.1 M yang ditawarkan IT ke korban adalah proyek fiktif.

TERKAIT:  Politik Identitas: Grand Design atau Sekoci Penyelamat ?

Terkait keterlibatan IC dalam kasus ini berdasarkan penjelasan IT, peran IC sangat dominan bahkan dalam istilah IT, otak kasus ini adalah IC karena sejak awal mengarahkan IT yang tidak mengenal korban serta mengikuti setiap proses serta langkah IT hingga penyerahan dana hasil tindak pidana penipuan yang berproses tidak sampai satu minggu.

Sejak IT menghubungi korban, IC terus mengikuti setiap pergerakan IT, sedang melakukan apa, bersama siapa dan di hotel mana, termasuk saat melakukan penandatanganan kesepakatan di Kantor Notaris hingga penyerahan dana secara tunai oleh korban ke IT terus dipantau oleh IC melalui komunikasi telepon dengan IT.

Itu sebabnya di hari yang sama dan hanya berselang hitungan jam dengan penyerahan dana dari korban ke IT, IC meluncur langsung menemui IT di rumah suaminya di Desa Lamo mengambil 1,8 M dari total hasil penipuan sebesar 2,1 M.

Berdasarkan kesaksian IT dan suaminya, IC datang malam-malam bersama suaminya mengambil dana hasil penipuan dengan mengendarai mobil berwarna merah. Uang hasil kejahatan senilai 1,8 M yang disimpan dalam koper diserahkan IT ke IC di dalam mobil disaksikan oleh suami IT serta suami IC. Begitu juga dengan suami IT yang berdasarkan informasi belum diperiksa sampai hari ini.

Herannya penyidik sampai hari ini belum pernah memeriksa suami IT padahal yang bersangkutan siap memberikan keterangan di depan penyidik.

Menurut IT, IC sendiri bermaksud mencari jalan keluar pengembalian dana korban tapi meminta korban bersabar. Namun kalau korban tidak bisa bersabar, IC meminta IT untuk tidak melibatkan dirinya serta pihak lain dan tinggal menjalani saja hukuman dengan ucapan: “ Ngana jalani saja paling hanya satu tahun penjara,”. Oleh IT saran IC ditolak dengan jawaban: “Ngana yang ngatur dan menikmati lebih banyak duitnya masa saya yang harus mempertanggungjawabkannya, saya tidak mau bertanggung-jawab sendiri”. Itu yang disampaikan IT saat IC menghubunginya via telepon di Lapas.

TERKAIT:  Makassar, Bualan Politik & Rakyat yang Penyabar

Menurut IT, pasca ditetapkan sebagai tersangka, Penyidik Polres Banggai  pernah memeriksanya di Lapas Palu dan semuanya sudah disampaikan termasuk keterlibatan IC dan dicatat dalam BAP. Demikian penjelasan panjang IT dalam beberapa kali komunikasi via telepon dengan RusdyTalha.Com.

Sementara dugaan keterlibatan SB tidak terkait langsung dengan peran IC. Awalnya SB halnya dengan korban (Pelapor) juga termasuk korban. Seperti dijelaskan sebelumnya dari total dana 2,1 M yang diserahkan ke IT bersumber dari SB dan korban (masing-masing 1,05 M). Karena mencium gelagat tidak benar dari IT, SB terus mendesak IT untuk segera mengembalikan dana yang diserahkan sebesar 1,05 M.

Karena terus didesak oleh SB, IT kemudian kembali menawarkan Proyek MPS 2 senilai 2,750 M ke korban dan SB (masing-masing 1,375 M) Anehnyan SB yang sudah mengetahui kalau dirinya telah tertipu oleh IT kembali mengiyakan tawaran IT. Seakan kesediaan SB hanya bermaksud meyakinkan korban agar ikut proyek tetsebut. SB yang merupakan pengusaha dan berpengalaman dalam hal proyek bersedia ikut dan terbilang dekat secara pribadi dan dianggap keluarga oleh korban membuat korban merasa tidak ada masalah dan tidak ada kekhawatiran sama sekali.

Beberapa minggu pasca mentransfer dana sebesar 1,375 M ke IT tiba-tiba SB menemui korban dan mengatakan: “Seumur hidup saya merasa bersalah kalau tidak menyampaikan pada korban kalau sebenarnya IT menipu mereka berdua”.

Untuk meyakinkan korban bahwa mereka berdua ditipu IT, di depan korban, SB dengan menggunakan fasilitas loudspeaker menelpon salah seorang staf PT. JOB (Joint Operation Body) perusahaan yang selama ini diakui IT sebagai tempatnya bekerja menanyakan apakah ada karyawan yang bernama IT yang oleh staf PT. JOB tersebut dijawab tidak ada. Rupanya selama ini SB diam-diam sudah mengetahui kalau IT telah menipu korban namun tidak memberi tahu korban mengenai fakta tersebut.

Belakangan diketahui berdasarkan penjelasan IT kalau dana sebesar 1,375 M yang ditransfer korban ke IT pada hari yang sama ditransfer IT ke rekening SB. Jadi SB memberitahu korban bahwa IT menipu mereka setelah terlebih dahulu menerima transferan dari IT yang merupakan uang yang berasal dari korban. Karena kalau SB memberitahu korban sebelum mentransfer 1,375 M ke IT otomatis korban tidak akan mentransfer dana ke IT dan SB tidak mungkin menerima transferan dana dari IT.

TERKAIT:  Reaktualisasi Pangaderan di Era Post Truth

Anehnya saat ditemui penyidik di Lapas Palu, IT diperlihatkan rekening koran milik SB dimana ternyata setelah menerima transfer senilai 1,375 M dari IT yang berasal dari transfer korban, SB memecah dana tersebut ke beberapa rekening miliknya. Artinya waktu penyidik memeriksa rekening SB dana hasil kejahatan tersebut masih berada di rekening korban dan logikanya SB mengetahui kalau dana yang ditransfer IT berdasarkan pemeriksaan penyidik adalah hasil kejahatan terlepas apakah SB terlibat skenario dengan IT mempengaruhi korban mentransfer dana ke IT untuk selanjutnya di hari yang sama IT mentransfer dana tersebut ke rekening SB.

Pertanyaannya, mengapa penyidik tidak segera mengamankan hasil kejahatan tersebut yang masih tersimpan di rekening SB sekalipun telah dipecah ke beberapa rekening miliknya.

Lalu bagaimana dengan SB yang mengetahui bahwa dana yang ditransfer IT merupakan hasil kejahatan seandainya dana tersebut telah digunakan atau diduga telah dicuci lewat modus tertentu?

Berdasarkan penjelasan IT tersebut Kantor Hukum Rusdy Talha & Partner  yang berkantor di Kota Makassar mendampingi korban berkolaborasi dengan Kantor Hukum Advokat Erik Ronaldo Alimun di Luwuk Banggai heran dengan penyidik Polres Banggai yang tidak kunjung menetapkan IC sebagai tersangka serta menahan yang bersangkutan termasuk menyita hasil kejahatan sebagai barang bukti dan memasang Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bila ternyata hasil kejahatan tersebut telah dialihkan ke pihak lain lewat modus pencucian uang. Hal yang sama seharusnya dipertimbangkan diterapkan pada SB bila terbukti yang bersangkutan menerima hasil kejahatan dari IT, apa lagi jika kemudian mengalihkannya pada pihak lain.

Kejahatan yang tampak sederhana dimana para pelakunya atau mereka yang terlibat ada di Luwuk Banggai dan satu orang sedang dalam tahanan, halnya dengan barang bukti yang awalnya tersimpan aman dapqm rekening justru harus melalui proses panjang selama sekitar satu tahun untuk menetapkan status tersangka itu pun setelah didesak lewat media.

Hal ini memicu spekulasi publik jangan-jangan penyidik melindungi pihak tertentu dari ancaman status tersangka dengan konsekuensi dilakukan penahanan terhadap yang bersangkutan.