Pengunduran Diri Hotman, Pelajaran Penting Bagi IDI

Pengunduran Diri Hotman, Pelajaran Penting Bagi IDI

Langkah pengunduran diri Hotman Paris dari Peradi pimpinan Otto Hasibuan sejak awal sudah diprediksi banyak orang. Daripada menghadapi kemungkinan mendapat sanksi yang berpotensi merusak citranya sebagai advokat papan atas Indonesia Hotman memilih jalan aman dengan mengundurkan diri.

Diberhentikan dari organisasi advokat bukan masalah besar bagi seorang advokat, berbeda dengan dokter yang divonis bermasalah oleh IDI bisa jadi petaka. Bagi advokat yang diberi sanksi bahkan dipecat tinggal pindah organisasi. Advokat sekelas Hotman Paris bukan hanya bisa pindah organisasi melainkan dengan jaringan serta kemampuan finansial yang dimilikinya mampu mendirikan lebih dari satu organisasi profesi. Hingga saat ini organisasi advokat terus bertambah hingga puluhan organisasi sehingga semakin sulit ditata.

Perpecahan di tubuh organisasi profesi advokat bermula ketika Todung Mulya Lubis diberhentikan secara tetap sebagai advokat melalui keputusan majelis kehormatan daerah Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) DKI Jakarta karena dinilai terbukti benturan kepentingan dalam menangani kasus keluarga Salim Group di 2008. Todung yang merasa diperlakukan tidak adil menggalang kekuatan serta solidaritas kolega dekatnya seperti Adnan Buyung Nasution, Indra Sahnun Lubis serta sejumlah advokat senior lainnya menyempal dari Peradi dengan mendirikan organisasi advokat yang diberi nama Kongres Advokat Indonesia (KAI) dan mendaulat Indra Sahnun Lubis sebagai Presiden DPP KAI. Sejak itu dunia advokat Indonesia yang sempat tertib sejak UU Advokat yang menunjuk Peradi sebagai organisasi tunggal (single bar) kembali semrawut. Atas dasar kebebasan berserikat, berkumpul dan berorganisasi sejak saat itu setiap orang berpeluang mendirikan organisasi.

TERKAIT:  Advokat Pemberani di Pusaran Skenario Sambo

Perseteruan antar organisasi advokat terus mengeras seiring tuntutan KAI meminta perlakuan yang sama padahal Peradi satu-satunya organisasi advokat yang diakui UU No.18/2003. Atas dasar legitimasi UU ini Ketua-Ketua Pengadilan Tinggi menolak mengambil sumpah advokat lulusan organisasi di luar Peradi. Pada saat bersamaan perseteruan elit di tubuh Peradi sendiri makin meruncing dan puncaknya ketika Munas Peradi yang berlangsung di Hotel Claro Makassar ricuh dan gagal memilih Ketua Umum DPN Peradi. Akibatnya, Peradi berkeping tiga. Peradi di bawah pimpinan Fauzie Yusuf Hasibuan menyebut diri Peradi Soho merujuk pada alamat kantor lama Peradi di Gedung Grand Soho Slipi, sedang Peradi di bawah Komando Juniver Girsang memilih nama Peradi SAI (Suara Advokat Indonesia), sementara Peradi RBA (Rumah Bersama Advokat) merupakan besutan Luhut M. P. Pangaribuan Cs dengan Ketua DPP Luhut Pangaribuan sendiri.

TERKAIT:  Nasib Petani & Retorika Politik

Perpecahan dalam tubuh Peradi ini yang membuat pemerintah sendiri makin sulit membangun argumen penolakan terhadap KAI yang terus menerus menuntut pengakuan yang sama di depan hukum. Rupanya perpecahan organisasi advokat makin menjadi-jadi seiring organisasi advokat terus bermunculan dan menuntut pengakuan yang sama atas dasar persamaan di depan hukum serta kebebasan berkumpul dan berorganisasi yang dijamin UUD .

Akhirnya pertahanan pemerintah jebol juga, MA mengeluarkan SEMA Nomor 73 tahun 2015 yang memberikan panduan kepada Ketua-Ketua Pengadilan Tinggi se Indonesia untuk melaksanakan penyumpahan terhadap calon Advokat yang diajukan baik oleh Peradi maupun organisasi Advokat yang lain. Tuduhan MA melakukan pembangkangan terhadap konstitusi (Constitutional Disobedience) tidak memperbaiki keadaan. UU Advokat yang merupakan kebanggaan advokat serta diimpikan puluhan tahun oleh advokat sebagai wujud kesetaraan advokat dengan institusi penegak hukum lain seperti hakim, jaksa dan polisi hanya sempat bertahan sepuluh tahun sebelum akhirnya ompong oleh sikap egoisme advokat sendiri.

Kemuliaan profesi advokat (officium nobile) terletak pada sejauh mana para pemangkunya meletakkan nilai-nilai kemanusiaan, penghormatan pada martabat manusia di atas kepentingan pribadi. Dalam memperjuangkan kepentingan kliennya selaku pencari keadilan advokat harus senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalitas serta menjaga martabat dan wibawa profesi. Salah satunya tidak mengiklankan diri secara vulgar dengan mempertontonkan tingkah laku yang dipandang bertentangan dengan nilai-nilai moral yang dianut masyarakat.

TERKAIT:  Surat Terbuka Untuk Kapolda Sulsel

Laporan terhadap prilaku Hotman Paris diduga terkait sikapnya yang dinilai tidak sejalan dengan budaya serta etika yang dianut umumnya masyarakat Indonesia.

Sikap Hotman Paris yang memilih menghindar dari Dewan Kehormatan Peradi pimpinan Otto Hasibuan, tempat ia bernaung selama ini menunjukkan sikap tidak gentle sekaligus memperparah penilaian publik pada profesi advokat. Dalam penilaian publik jika advokat bermasalah karena dugaan pelanggaran kode etik tinggal pindah atau dirikan organisasi baru. Fakta ini menunjukkan bahwa publik selaku pencari keadilan tidak memiliki jaminan perlindungan jika diperlakukan secara tidak adil oleh advokat.

Pada kondisi profesi advokat hari ini, IDI (Ikatan Dokter Indonesia) bisa mengambil pelajaran penting dalam menghadapi berbagai tekanan terkait permasalahan dr Terawan.