Seorang korban penipuan dan penggelapan pertanyakan kinerja Polres Banggai. Pasalnya, kasus hukum yang dilaporkan sejak awal Mei tahun 2022 yang menimpanya tak ada kejelasan.
Korban dugaan kasus penipuan hingga Rp 2,425 Miliar NK warga Kampung Bugis, Kecamatan Batui, Banggai mendesak Penyidik Polres Banggai untuk memeriksa sejumlah saksi dan melakukan penahanan terhadap tersangka lainnya.
Rusdy Talha selaku penasihat hukum NK memberikan keterangan resmi Selasa 20 Juni 2023, karena sejak awal merasa banyak kejanggalan dalam proses penyelidikan kasus ini.
Menurut Rusdy, kasus ini berawal sekitar bulan Maret 2021 saat IC datang menawarkan pada Korban untuk ikut di Proyek PAU dengan investasi sebesar 500 juta dengan keuntungan 80 juta dalam waktu 45 hari. Jadi Korban akan menerima pengembalian uang plus keuntungan sebesar 580 juta setelah 45 hari (18 Maret hingga 3 Mei 2021). Setelah melewati batas waktu 45 hari sesuai kesepakatan IC tidak kunjung memenuhi komitmennya sehingga Korban dan suaminya terus mendesak IC namun IC tak kunjung menepati komitmennya.
Sekitar akhir bulan Juni 2021, IT yang merupakan rekan bisnis IC menyampaikan pada IC kalau dirinya bermaksud mencari dana di Palu yang oleh IC disuruh menghubungi Korban dengan mengatakan: “Tidak usah jauh-jauh ke Palu hubungi saja korban karena ada uangnya”.
Berdasarkan arahan IC tersebut IT menjalankan aksinya dengan mula-mula menghubungi korban lewat HP milik ICA dengan menawarkan proyek fiktif kepada korban. Sekitar dua hari pasca bicara dengan korban melalui Hp IC, IT mendatangi korban dan menawarkan Proyek MPS 1 (Man Power Supply) senilai Rp. 2.1 M pada korban dengan mengatakan, “Ini sebenarnya proyeknya IC kenapa bukan korban saja yang ambil”. Oleh korban dijawab, “Saya tidak punya dana tunai sebesar itu”.
Selanjutnya korban dan IT berhasil mengajak SB bergabung. Dalam kerjasama ini disepakati, korban dan SB masing-masing menyerahkan 1,05 M dengan janji keuntungan sebesar 650 juta. Dana 2,1 M dari Korban dan SB diserahkan ke IT prosesnya tidak sampai 1 minggu.
Dari dana yang diserahkan ke IT secara tunai yang totalnya senilai 2,1 M tersebut pada hari yang sama sebesar 1,861 M dijemput atau diserahkan secara tunai ke IC dengan disaksikan suami IT, yakni WY.
Sementara sisanya sebesar 300 juta dipakai IT sendiri. Padahal Proyek MPS (Man Power Supply) senilai 2.1 M yang ditawarkan IT ke korban adalah proyek fiktif dan menurut kesaksian IT hal tersebut diketahui IC.
Terkait keterlibatan IC dalam kasus ini berdasarkan penjelasan IT, peran IC sangat dominan bahkan dalam istilah IT, otak kasus ini adalah IC karena sejak awal mengarahkan IT yang tidak mengenal korban serta mengikuti setiap proses serta langkah IT saat mulai menemui Korban dan SB hingga penyerahan dana hasil tindak pidana penipuan yang berproses tidak sampai satu minggu.
Sejak IT menghubungi korban, IC terus mengikuti setiap pergerakan IT, sedang melakukan apa, bersama siapa dan di hotel mana, termasuk saat melakukan penandatanganan kesepakatan di kantor notaris hingga penyerahan dana secara tunai oleh korban ke IT terus dipantau oleh IC melalui komunikasi telepon dengan IT.
Hal ini yang menjelaskan mengapa di hari yang sama dengan penyerahan uang dari SB dan Korban yakni pada 1 Juli 2021 malam dimana hanya berselang beberpa jam pasca penyerahan dana dari Korban dan SB ke IT, IC langsung meluncur menemui IT di rumah suaminya di Desa Lamo mengambil 1,861 M dari total hasil penipuan sebesar 2,1 M. Yang disaksikan langsung WY (suami IT).
Berdasarkan kesaksian IT dan suaminya, IC datang bersama suaminya (AS) mengambil dana hasil penipuan dengan mengendarai mobil Honda yang diduga HRV berwarna merah. Uang hasil kejahatan senilai 1,861 M yang disimpan dalam koper berwarna kuning diserahkan IT ke IC di dalam mobil disaksikan oleh suami IT serta suami IC. Setelah digunakan koper tersebut kemudian dikembalikan IC dan sekarang masih tersimpan di rumah suami IT.
Berdasarkan keterangan IT tersebut mendalami keterlibatan IC untuk dipertimbangkan sebagai tersangka.
Sampai saat ini setelah penyelidikan berlangsung 1 tahun lebih baru IT yang ditetapkan sebagai tersangka sementara barang bukti kejahatan belum ada yang disita penyidik. Padahal aliran dana serta mereka yang telibat menerima hasil kejahatan tersebut jelas.
Pertama dana 2,1 M hasil penipuan IT terhadap DK dan SB sebanyak 1,861 diserahkan IT pada IC selebihnya 300 juta dinikmati sendiri oleh IT. Sementara hasil kejahatan IT sebesar 1,375 M yang ditransfer DK (Korban) ke IT, di hari yang sama langsung di transfer ke rekening SB sama sekali tidak dikejar penyidik padahal KUHAP mengatur dengan jelas bahwa hasil kejahatan, sarana yang digunakan melakukan kejahatan harus disita sebagai barang bukti. Seharusnya seluruh hasil kejahatan itu disita dulu penyidik sebagai barang bukti nanti majelis hakim di pengadilan yang akan memutuskan kepada siapa barang bukti hasil kejahatan tersebut dikembalilan. Bukan justru seperti pendapat Kasat Reskrim Polres Banggai yang menyimpulkan bahwa karena IT memiliki utang pada IC lalu uang hasil kejahatan IT boleh diserahkan pada IC sebagai pembayaran utang.
Tindakan yang dilakukan IT menggunakan hasil kejahatan melunasi utang bisa dikategorikan tindak pidana pencucian uang sehingga penyidik berhak menyita atau berkewajiban menyita hasil kejahatan tersebut yang saat ini berada di tangan IC. Apa lagi jika mendengar penjelasan IT yang mengaku IC terlibat sejak awal seperti dikemukakan sebelumnya membuka kemungkinan IC ditarik sebagai penyerta atau diduga turut serta secara bersama-sama dengan IT terlibat dalam peristiwa tersebut. Begitu pula dengan SB yang menerima hasil kejahatan sebesar 1,375 M yang begitu ditransfer DK (Korban) ke rekening IT yang pada hari yang sama ditransfer IT ke rekening SB merupakan hasil kejahatan yang seharusnya juga disita penyidik.
Menurut Kasat Reskrim Polres Banggai, IPTU Tio Tondy bahwa IC tidak memiliki kaitan dengan NK karena IC hanya menerima pembayaran utang dari IT sebesar 500 juta tentu saja keliru. Pertama waktu ditanya mengenai utang 500 juta ini, IT menjelaskan via telepon kalau tidak seperti itu permasalahannya. Kedua, karena sejak awal IC sudah memiliki hubungan hukun dengan NK (Korban) lewat penawaran pengadaan barang pada Proyek PAU dengan iming-iming keuntungan 80 juta dalam 45 hari yang faktanya baru dilunasi dari hasil kejahatan IT sebesar 1,861 M yang diserahkan pada IC.
Di samping itu penyidik Polres terkesan lebih mengejar bukti keterlibatan IT yang jelas-jelas sudah tersangka sementara IC yang berpotensi jadi tersangka justru terkesan dibela-bela. Hal ini yang membuat korban dan penasihat hukumnya kecewa dengan kinerja Polres Banggai.
Pasal 1 angka 16 KUHAP. Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan/atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat, namun dalam keadaan mendesak, terhadap penyitaan atas benda bergerak dapat dilakukan penyidik lebih dahulu dan kemudian setelah itu wajib segera melaporkan ke Ketua Pengadilan Negeri, untuk memperoleh persetujuan.
Korban berama Penasihat Hukumnya meminta penyidik segera menyita barang bukti berupa dana korban sebesar 2,4 M beserta sarana yang digunakan dalam kejahatan tersebut termasuk segera mentersangkakan pihak yang terkait secara sinifikan sebagai penyerta atau pihak yang turut serta melakukan kejahatan bersama IT.