Masih ingat prahara di internal KPK sekitar 2 tahun silam ketika 75 mantan staf KPK yang berharap bisa diangkat menjadi PNS di KPK namun kandas dalam tes wawasan kebangsaan. Kecewa dengan materi tes yang tidak masuk akal mereka ramai-ramai tampil ke publik membongkar borok KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri. Kala itu banyak banyak yang berkesimpulan Firli game over.
Kemarahan publik waktu itu tidak tanggung-tanggung, sejumlah akademisi dan tokoh masyarakat angkat bicara mengecam cara pimpinan KPK menghabisi mantan stafnya yang bahkan telah menunjukkan kinerja terbaiknya selama bertahun-tahun.
Dandhy Dwi Laksono, sineas yang dikenal publik fokus memproduksi dokumenter mengenai kerusakan lingkungan akibat kebijakan publik yang pro korporasi mengakibatkan kehancuran ekosistem dan tersingkirnya masyarakat lokal dari lahan tempat mereka mencari nafkah merasa perlu ikut campur dengan sengkarut di tubuh KPK lewat dokumenter.
The EndGame, dokumenter karya rumah produksi watchdog yang digawangi Dandhy Dwi Laksono dan Ucok Suparta menampilkan kesaksian mereka yang dinyatakan tidak lolos sebagai korban skenario politik karena terlibat pembongkaran kasus besar di masa lalu.
Rupanya Firli Bahuri bukan kaleng-kaleng, Purnawirawan dengan pangkat terakhir Komisaris Jenderal Polisi bak karang yang tak goyah diterjang badai. Dukungan terhadap Firli kala itu cukup deras, isu KPK menjadi sarang radikal islam membuat Novel Baswedan dkk mati langkah.
Apakah di tangan petarung terbaik Sulsel yang sepanjang karir politiknya belum pernah terkalahkan Firli masih sanggup bertahan.
Meniti karir dari bawah sebagai Lurah, Camat, dua periode menjabat Bupati Gowa yang selanjutnya menduduki posisi Wakil Gubernur Sulsel dan dua periode di posisi puncak pemerintahan sebagai gubernur hingga akhirnya berhadapan dengan Firli dalam kasus Kementan.
Syahrul Yasin Limpo yang oleh warga Sulsel populer dengan panggilan Komandan sedang menantang Firli duel terbuka. Menyaksikan Komandan menabuh genderang perang dengan menyampaikan secara terbuka ke publik ketika mengahadiri pemeriksaan sebagai saksi atas laporan dugaan pemerasan oleh Firli membuat harga diri warga Sulsel bergolak. Tanpa dikomando warga Sulsel tak terkecuali sejumlah komunitas Kawasan Timur ikut mensuppor perlawanan Komandan dan siap bergabung sebagai saudara sedarah dari timur.
Genderang perang telah ditabuh, ikhtiar membersihkan KPK dari parasit yang membuatnya tak bisa hidup sehat dan tetap kerdil. Menurut dugaan Indonesia Police Watch (IPW), Firli meminta uang ke Mentan SYL dalam tiga kali pertemuan berdasarkan saksi yang menolak namanya disebut.
Sejumlah akademisi sudah bersuara meminta Firli segera non-aktif dari Ketua KPK agar proses penyidikan terhadap dirinya berlangsung obyektif dan tetap mematuhi aturan main.
Pakar hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mendorong penonaktifan Firli Bahuri sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjaga obyektivitas penyidikan baik di Polda Metro maipun di KPK sendiri.
Situasi ini tak ayal membuat gentar Firli dan koleganya. Wakil Ketua KPK, Yohanis Tanak mengatakan bahwa pimpinan KPK berjumlah lima orang termasuk dirinya. Tanak menilai apabila kepolisian menetapkan pimpinan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemerasan itu, maka lima orang pimpinanlah yang ditetapkan sebagai tersangka. “Pertama-tama yang perlu dipahami dengan baik bahwa Pimpinan di KPK itu ada lima orang, kalau kemudian penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Pimpinan KPK sebagai tersangka tipikor, berarti lima orang Pimpinan KPK tersangka tipikor,” dikutip dari BisnisPro.
Dengan mengatakan pengambilan keputusan di KPK bersifat kolektif kolegial dimana mentersangkakan salah seorang pimpinan maka proses penyidikan kasus korupsi di KPK jadi bermasalah. Tanak pada saat yang sama seakan mengirim pesan sekaligus ‘ancaman” bahwa tindakan penyidik Polda Metro yang ingin mentersangkakan Firli bisa dikategorikan sebagai kejahatan menghalang-halangi proses hukum (obstruction of justice).
Pernyataan Yohanis Tanak ini seperti orang sedang mengigau. Justru karena sifatnya yang kolektif kolegial itu sebaiknya Firli segera mengundurkan diri secara resmi agar kinerja lembaga anti rasuah ini kembali berjalan normal. Termasuk upaya pernyataan Tanak yang mengatakan tidak boleh hanya satu pimpinan tersangka, harus semuanya merupakan upaya Tanak menggeser pokok masalah dari dugaan pemerasan yang dilakukan Firli yang kasusnya naik ke tahap penyidikan ke isu kekeliruan administrasi yang dilakukan KPK yang menjadi dasar penyidikan Polda Metro.
Penjelasan konyol Yohanis Tanak ini menjadi bukti kepengecutan Firli menghadapi realitas dimana dirinya terancam ditetapkan sebagai tersangka.
Firli seharusnya tidak memilih menghindar dan menjadikan KPK sebagai tameng untuk berlindung ketika justru Komandan menantangnya duel dalam sarung.