Mahfud MD, Titik Temu Jokowi-Mega & Pesta yang Telah Usai ?

Keputusan Megawati memilih Mahfud, MD sebagai wakil Ganjar sekali lagi menunjukkan kematangan berpolitiknya. PDIP yang sekian lama memosikan Jokowi sebagai petugas partai disadar atau tidak telah menghancurkan citra PDIP sebagai partai wong cilik dengan idiologi Marhaenisme.

Kebijakan Jokowi dengan Proyek Strategis Nasional-nya secara idiologis bertabrakan habis dengan agenda kerakyatan yang identik dengan PDIP. Dengan memilih Mahfud MD, publik menangkap kesan Megawati sedang menarik garis demarkasi dengan Jokowi yang dituding pro oligarki, sekaligus bermaksud mengembalikan citra PDIP sebagai partai wong cilik.

Jokowi menyadari lewat sosok Mahfud MD, Megawati bermaksud mendorong sikap kritis pasangan ini terhadap berbagai praktik kekuasaan yang menyimpang dan tidak pro rakyat.

Dengan memberi ruang selebar-lebarnya pada pasangan Ganjar-Mahfud mengeritik birokrasi dan pejabat publik, Jokowi membantu PDIP mengembalikan citranya sebagai partai pro rakyat sekaligus berfungsi menghantam citra perubahan yang digendong pasangan Anies-Cak Imin.

Jokowi dan Megawati merupakan tokoh sentral dalam perpolitikan Indonesia. Kolaborasi keduanya sangat mencemaskan Prabowo. Bagaimana tidak, dua periode menjabat sebagai presiden membuat Jokowi lebih sulit dihadapi ketika berkoalisi dengan Megawati dibanding saat pertama kali maju sebagai capres. Kegagalan memisahkan dua tokoh ini dalam konteks politik adalah malapetaka. Megawati dan Jokowi menyadari betul hal ini sehingga upaya mereka untuk tidak berpisah terus dijaga.

TERKAIT:  Eksis di Tengah Kerasnya Kompetisi

Langkah Jokowi mendekati Prabowo selama ini dibaca publik sebagai upaya menyatukan Prabowo-Ganjar untuk kepentingan keberlanjutan mimpinya yang belum terselesaikan. Penolakan PDIP membuat Jokowi memasang bargaining dengan membiarkan rumor Gibran akan berpasangan dengan Prabowo menjadi liar. Dan puncaknya ketika putusan MK yang memudahkan jalan Gibran ke kursi wapres. Akibatnya Mega panik, situasi ini membuat PDIP dengan cepat menetapkan Mahfud MD sebagai jalan tengah demi menjegal Gibran berlabuh ke kubu Prabowo.

Pernyataan Gibran yang mengaku tetap tegak lurus pada garis partai (PDIP) pasca penetapan Mahfud MD sebagai cawapres Ganjar serta merta menutup ruang polemik dirinya bersedia jadi cawapres Prabowo. Fakta ini sekaligus menjadi bukti Mahfud MD memperoleh restu Jokowi.

Saling gertak antara Jokowi dan Mega selama ini baiknya dibaca sebagai gimmick politik untuk saling mengirim “ancaman” sebagai bargaining agar tak membelot ke pasangan lain. Megawati dan Jokowi tidak pernah serius ingin berpisah.

TERKAIT:  Kekuatan Visual diantara Sampah Narasi

Sebagai penganut seni perang Sun Tzu, sejak awal gelagak ini diketahui Prabowo yang berharap bisa memanfaatkannya dengan berusaha merangkul dua kekuatan besar ini dengan berharap bisa menarik Ganjar sebagai wapres.

Keputusan Megawati memilih Mahfud MD bukan sekadar karena karakter Mahfud yang dianggap klop dengan idiologi PDIP, melainkan karena Mahfud merupakan titik temu antara Megawati dengan Jokowi.

Upaya terakhir Prabowo lewat strategi merangkul Jokowi kembali gagal saat Gibran menolak tawar berpasangan setelah sebelumnya kandas menggaet Ganjar sebagai wakil.

Penyatuan kembali Jokowi-Mega lewat sosok Mahfud membuat segalanya menjadi mudah. Dengan dukungan PDIP yang solid dan tak kurang logistik sebagai partai pemenang pemilu plus kekuatan oligarki yang relatif solid di belakang Jokowi pemenang Pilpres 2024 bisa diprediksi.

Lantas di mana letak titik lemah kolaborasi Jokowi-Mega?

Perubahan, ya gagasan perubahan. Sayang gagasan perubahan yang awalnya dimonopoli Anies tercoreng karena kehadiran Cak Imin. Belum lagi kurang totalnya pasangan Anies-Imin menggelorakannya. Belakangan malah terlihat pasangan ini makin sibuk mengkampanyekan dukungan logistik sehingga nyaris lupa dengan gagasan awal yang menggelembungkannya.

TERKAIT:  Ke Pengadilan, Rempang Makin Rempong

Menyadari kekurangannya dalam isu kepemihakan terhadap rakyat kecil termasuk pada nasib ummat islam yang merasa diperlakukan tidak adil selama ini, Jokowi kembali menunjukkan kepemihakannya pada rakyat Palestina dengan ekspresi yang lebih tegas.

Keberadaan Menlu Indonesia, Retno Marsudi di Beijing terpaksa dipersingkat atas perintah presiden untuk menghadiri Pertemuan Luar Biasa Tingkat Menteri Luar Negeri OKI untuk membahas situasi yang semakin memburuk di Gaza. Pertemuan ini diselenggarakan atas inisiatif beberapa negara, termasuk Indonesia.

Hal lain yang bisa dipastikan lewat sosok Mahfud pasangan ini akan mengeksploitasi isu terkait agenda civil society, dan tentu saja isu korupsi yang tidak akan dilewatkan begitu saja tanpa mengaitkannya dengan Cak Imin yang sempat diperiksa KPK.

Berkat penyatuan Jokowi-Mega, konflik agraria untuk sementara waktu akan tiarap setidaknya hingga presiden terpilih 2024 resmi diumumkan.