Hari ini cukup melelahkan bukan saja bagi warga Makasssar yang berkendara di dalam kota terutama yang beraktivitas serta mereka yang memasuki Kota Makassar lewat gerbang utara. Tercatat dua titik macet yang cukup ekstrim. Pertama, aktivitas pelantikan Bintara baru SPN Batua Makassar yang menyebabkan kemacetan panjang sekitar 5 atau 6 kilometer. Dari arah daya kemacetan mulai terasa sejak depan Rumah Sakit Wahidin di Tamalanrea hingga depan SPM Batua di Tallo. Sementara sumber macet kedua titiknya persis di depan Kantor Gubernur Sulsel akibat demonstrasi yang digelar mahasiswa dan masyarakat yang mendesak Pj Gubernur Sulsel, Dr. Bahtiar Baharuddin mengundurkan diri.
Ratusan mahasiswa menggelar demonstrasi di depan Kantor Gubernur Sulsel menyuarakan keprihatinan masyarakat terhadap kinerja Pj Gubernur Sulsel yang dinilai terlalu sering memicu kontroversi tinimbang fokus menjalangkan tugas utamanya sesuai ketentuan undang-undang.
Dalam rentang tiga bulan menjabat Pj Gubernur Sulsel, Bahtiar sudah berulangkali memicu kontroversi. Pasca memunculkan gagasan menjadikan Sulsel sebagai lumbung Pisang Cavendish yang pendanaannya 40 % dibebankan pada anggaran desa, Bahtiar kembali menuai kontroversi dan memantik debat publik terkait serangan terbuka terhadap APBD Pemprov yang dinilai defisit hingga 1,5 triliun sehingga Sulsel terancam bangkrut.
Tiga hari sebelum demonstrasi berlangsung, Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPD-APDESI) mengeluarkan pernyataan sikap yang intinya menolak dan meminta Pj Gubernur Sulsel, Dr. Bahtiar Baharuddin mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dan profesional.
Pernyataan sikap tersebut ditandatangani langsung Ketua APDESI Sulsel, Sri Rahayu Usmi, S.Pd atau biasa disapa Ayu yang menjelaskan langkah serta kebijakan kontroversial yang pernah dilontarkan Bahtiar yang bersinggungan langsung dengan kepentingan APDESI terutama menyangkut pengalokasian dana desa untuk Proyek Pisang Cavendish.
Belakangan rencana pemanfaatan dana desa dianulir langsung oleh Pj Gubernur dengan menganggarkannya lewat APBD Sulsel namun apa daya kontroversi terlanjur merebak dan polemik sulit dihentikan.
Sejak dilantik oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian sebagai PJ Gubernur Sulsel, masa jabatannya kini genap tiga bulan. Dalam rentang waktu yang terbilang singkat ini, Bahtiar sudah berulangkali melakukan blunder. Kontroversi terkait APBD Sulsel yang dinilai mengalami defisit hingga 1,5 triliun dan terancam mengalami kebangkrutan menjadi perhatian khusus para demonstran.
Serangan Pj Gubernur terhadap APBD yang menurutnya mengalami defisit hingga 1,5 triliun serta merta mendapat sorotan berbagai pihak. Pengamat Kebijakan publik, anggota DPRD hingga masyarakat luas mempertanyakan pendekatan yang digunakan memvonis Sulsel mengalami kebangkrutan. Sialnya, di bawah pantauan Jurnalis saat melaksanakan kunjungan kerja ke Kabupaten Bone yang bersangkutan terciduk menggunakan helikopter sewaan yang diduga menggunakan dana APBD. Tidak hanya itu para orator demo juga menyebut Pj Gubernur melakukan pembelian mobil dinas mewah berupa Toyota Alphard serta menyiapkan fasilitas karaoke di kantor gubernur yang bisa mengganggu kinerja birokrasi.
Mengetahui inkonsistensi Pj Gubernur publik pun ramai-ramai menyebut Pj Gubernur tidak konsisten dalam ucapan dan perbuatan dan hal tersebut menjadi viral di media sosial. Tak kurang pengamat kebijakan publik ikut menuduh Pj Gubernur tak memiliki sense of crisis karena melakukan pemborosan di tengah ancaman isu kebangkrutan yang dilontarkannya sendiri, bak menepuk air di dulang terpercik muka sendiri.
Hal lain yang dipermasalahkan pendemo adalah tindakan Pj Gubernur yang memangkas anggaran rumah sakit di Bone yang dari 70 miliar menjadi 20 miliar padahal warga Bone serta masyarakat kabupaten sekitarnya memerlukan rumah sakit dengan fasilitas lengkap agar tidak perlu setiap saat harus dirujuk ke Makassar yang jaraknya ratusan kilometer dari Kota Bone.
Tidak hanya itu kebijakan kontroversial lainnya terkait rumah sakit adalah pemangkasan anggaran pembangunan jalan dan jalur pendestrian Rumah Sakit OJK yang terletak di Kawasan Center Point of Indonesia di Kota Makassar yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang rencananya akan diresmikan Presiden Jokowi pada Bulan Maret 2024 namun kelihatannya berpotensi bermasalah akibat anggarannya dipangkas habis dari 12, 5 miliar menjadi 2,5 miliar. Pada lokasi yang sama juga terdapat pembangunan jembatan yang merupakan akses ke taman Center Point of Indonesia yang juga ikut dipangkas anggarannya oleh Pj Gubernur.
Akibat inkonsistensi yang dipertontonkannya secara vulgar memicu spekulasi APDESI dalam pernyataan sikapnya menduga PJ Gubernur mengusung kepentingan partai politik tertentu sehingga salah satu alasan mendasar para pendemo mendesak Pj Gubernur dicopot agar netralitas kepala daerah bisa terjaga menjelang Pemilu 2024.
Tuntutan mundur Pj Gubernur oleh para pendemo cukup beralasan mengingat pesta demokrasi merupakan agenda strategis bangsa yang seluruh proses hingga hasil akhirnya harus dijaga agar tetap legitimate. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap penyelenggara dan terutama pejabat publik termasuk kepala daerah sejak awal berpotensi menimbulkan kegaduhan yang berujung caos.
Berdasarkan tugas dan wewenang Pj Gubernur dalam Pasal 65 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diantaranya Memelihara Ketentraman dan Ketertiban Masyarakat. Tugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat yang sepintas nampak sederhana karena merupakan standar bagi pejabat publik apalagi dalam pelaksanaannya dibantu aparat keamanan yang selalu siap setiap saat sehingga sering sepelekan.
Menjelang Pemilu seperti tingkat kerawanan terus meningkat terutama kejahatan cyber serta serbuan hoaks yang bisa memicu konflik antar warga akibat saling curiga dan saling tuding yang akibatnya bisa jauh lebih dahsyat dibanding konflik fisik secara langsung. Pernyataan Pj Gubernur yang disampaikan tanpa mempertimbangkan aspek politik, sosiologis maupun psikologis masyarakat justru memicu kontroversi menyebabkan polemik serta keterbelahan masyarakat disadari atau tidak oleh yang bersangkutan.
Pentingnya memahami kondisi psikologis publik menjelang pemilu dengan silang sengkarut kepentingan membutuhkan kearifan serta kedewasaan sikap para pemimpin. Sikap ini yang diabaikan oleh Pj Gubernur sehingga mengakibatkan turbulensi yang tidak lagi bisa dikendalikan. Kondisi ril ini yang mendasari mahasiswa serta masyarakat menggelar demonstrasi menuntut mundur Pj Gubernur Sulsel sebagaimana terlihat pada spanduk, pernyataan sikap hingga yel-yel yang disampaikan selama demonstrasi berlangsung.
Situasi kritis ini seharusnya menyadarkan Mendagri akan pentingnya keberatan publik untuk segera mengambil langkah tegas mencopot Pj Gubernur Sulsel demi terciptanya iklim yang kondusif menjelang pemilu serentak 2024.
Saat opini ini ditulis kabarnya demonstrasi masih berlangsung. (Dikutip dari berbagai sumber)