Sehari menjelang debat ketiga Capres muncul Tagar #nazarpemilu dimana belasan ribu netizen pendukung AMIN secara serempak berusaha mengetuk pintu langit meminta restu kemenangan lewat beragam nazar.

Apakah ini pertanda kepanikan Pihak AMIN ketika isu perubahan karena visi misi ketiga Capres relatif sama dan debat Capres yang diharapkan mampu mendongkrak elektabilitas AMIN juga tak banyak membantu. Atau karena sejak awal isu agama sudah dipersiapkan untuk dilouncing secara massif menjelang pemilu sebagai senjata pamungkas?

Sejak Anies-Muhaimin dengan sadar menggunakan akronim AMIN sebenarnya polanya sudah terbaca adanya agenda kembali menyeret politic of recognition sejak sukses dalam Pilkada DKI. Alasan utama penyingkiran AHY makin meyakinkan spekulasi awal kalau kehadiran Muhaimin Iskandar untuk menggenapkan isu AMIN sebagai representasi identitas islam yang tidak mungkin diperankan AHY.

TERKAIT:  Menggebrak MK Seraya Menggantung Hak Angket Lalu Patgulipat Dibalik Panggung ?

Syaiful Mujani sejak awal kelihatannya mencium gelagak politik identitas akan kembali dihidupkan dengan melakukan ancang-ancang lewat survei untuk mengetahui arah dukungan pemilih muslim dengan meminjam perspektif Clifford Geertz mengenai stratifikasi sosial masyarakat Jawa lewat studinya di Mojokuto.

Lewat survei Mujani berhasil merekam pergeseran signifikan pola beragama serta orientasi tak terduga kaitannya dengan sosok tiga Capres terutama AMIN yang sejak awal terbaca bermaksud memanfaatkan identitas agama untuk kepentingan politik elektoral. Untungnya hasil survei SMRC menunjukkan upaya itu gagal total.

Mujani dalam survei menemukan majority umat islam Jawa mengaku sebagai islam santri ketimbang abangan dan priayi menyimpangi kesimpulan Geertz. Hasil survei SMRC menunjukkan kecenderungan pilihan muslim santri ini tidak ke pasangan Anies-Muhaimin yang berdasarkan latar belakang keluarga serta pendidikan formal keduanya dikategorikan sebagai santri yang jika meminjam perspektif Geertz seharusnya afiliasi politiknya ke pasangan AMIN namun faktanya justru ke Ganjar-Mahfud dan Prabowo-Gibran dengan jumlah yang signifikan.

TERKAIT:  Debat Cawapres, Isu Keadilan Kawasan dan Menguapnya Stigma Gibran Dungu

Mengapa politik identitas tak lagi berpengaruh signifikan dalam survei SMRC tak dijelaskan Mujani namun mudah saja menebaknya bila membandingkannya kedahsyatan pengaruhnya pada Pilkada DKI dimana Anies yang didukung penuh fatwa ulama berhadapan dengan Ahok yang doubrl minoritas, non-pri sekaligus non-muslim. Belum lagi kehadiran Ganjar-Mahfud serta dukungan ulama yang merata pada ketiga Capres membuat isu politik identitas kehilangan signifikansinya.

Mengapa hasil survei CMRC menjadi menarik karena sampai hari ini sejumlah analis bahkan mungkin masih menggunakan perspektif Geertz dalam memandang muslim Jawa termasuk memetakan latar keagamaan presiden Indonesia terpilih terutama sejak Pilpres langsung.

Keterpilihan Susilo Bambang Yudoyono serta Joko Widodo lewat pemilu presiden langsung masih dijelaskan lewat kategorisasi Geertz dimana keduanya berasal dari latar Jawa, Islam dan Abangan persis kategori pemilihan presiden Amerika yang harus memenuhi standar White, Anglo-Saxon, Protestan (WSP) masih dipercaya dianut silent majority masyarakat Amerika meskipun sempat jebol saat ……. dan Obama terpilih.

TERKAIT:  Ngobrol Politik di KIU, Bak Debat di Atas Roller Coaster