Meraba Peluang Kotak Kosong di Pilkada Maros

Maraknya isu dukungan terhadap kotak kosong di pilkada Kabupaten Maros tidak bisa dilepaskan dari gagalnya Suhartina Bohari, Wakil Bupati Maros kembali mendampingi Chaidir Syam sebagai petahana akibat dinyatakan tidak bersyarat karena hasil tes kesehatan yang dikeluarkan BNN Sulawesi Selatan.

Panggung pilkada Maros yang awalnya adem sontak bergolak pasca Chaidir Syam terpaksa mengganti wakilnya agar tetap bisa mengikuti proses dan menjaga tahapan terus berlanjut mengingat pilkada Maros diikuti paslon tunggal kepala daerah.

Penggantian wakil secara tiba-tiba segera memicu polemik serta spekulasi adanya dugaan patgulipat yang ikut menyeret nama Chaidir Syam dalam pusaran prahara sekalipun sudah dibantah berulang kali baik secara langsung maupun melalui master campaign.

Seiring pengantian wakil ini pun isu dukungan terhadap kotak kosong diledakkan pertama kali di media melalui pernyataan Suhartina sendiri. Tak ayal eksistensi kotak kosong mulai menggeliat dan terus digoreng dalam bingkai ketidakadilan serta kezaliman yang dialami demi mengharapkan empati publik.

Secara emosional ketidakadilan terhadap perempuan sejatinya sangat mudah dieksplor demi menuai empati karena posisi perempuan sepanjang sejarah peradaban mengalami ketidakadilan secara berlapis dan diasosiasikan sebagai mahluk lemah yang butuh perlindungan. Pada saat yang sama kemampuan mengeksplorasi isu melalui gestur yang pas berhasil menuai empati publik. Namun pada akhirnya strategi ini kandas ketika harus berhadapan dengan fakta medis yang disampaikan secara terbuka oleh lembaga yang otoritatif.

TERKAIT:  The EndGame, Game Yang Membosankan

Seberapa besar ancaman kotak kosong terhadap keterpilihan paslon tunggal kepala daerah di Maros menjadi pertanyaan yang menantang dianalisa.

Pertama, kehadiran kotak kosong sebaiknya dibaca sebagai tindak lanjut terhadap penyangkalan keterlibatan yang bersangkutan atas dugaan penyalagunaan narkotika yang sebelumnya sudah memperoleh legitimasi melalui hasil tes tandingan yang dikeluarkan BNN DKI. Dengan mengumpankan kotak kosong sebagai upaya perlawanan terhadap paslon yang diduga terlibat mendesign hasil tes. Dengan makin membesarnya dukungan masyarakat atas kotak kosong juga sekaligus diharapkan bisa meruntuhkan keyakinan publik terhadap pernyataan BNN Sulawesi Selatan yang memvonis yang bersangkutan sebagai penyalahguna.

Kedua, isu kotak kosong sebagai ancaman terhadap paslon tunggal kepala dserah serta pendukungnya bila bermaksud menggunakan isu hasil tes kesehatan untuk mengganjal atau menghalangi langkah yang bersangkutan menempati posisi Plt bupati pasca bupati mengambil cuti menjelang pilkada.

Dan ketiga, kotak kosong sejatinya memang oleh beberapa pihak diharapkan sejak awal mampu menyingkirkan paslon tunggal dalam pilkada Maros namun tidak sanggup menghadirkan kandidat sendiri lalu memanfaatkan momentum tersingkirnya Suhartina Bohari pada tahapan pemeriksaan kelengkapan berkas kesehatan.

Dukungan terhadap kotak kosong di pilkada Maros tidak lahir sebagai respon atas kekecewaan terhadap prilaku oligarki partai politik yang memaksakan paslon tunggal untuk menyingkirkan tokoh publik yang digadang-gadang masyarakat untuk jadi kepala daerah lewat muslihat.

TERKAIT:  Hari Bumi dan Antroposentrisme yang Membeku di Kepala Pejabat

Sejak awal peluang berkopetisi di pilkada terbuka lebar dan tidak ada desas desus koalisi partai politik maupun petahana menjegal pihak lain ikut kontestasi. Hanya saja tidak dengar ada pihak yang ingin mengadu keberuntungan menantang petahana.

Sementara isu ketidakadilan yang digunakan membingkai dukungan terhadap KoKo tidak memiliki efek elektoral yang signifikan karena para pengusungnya gagal membuktikan rekayasa dimaksud sehingga selit mengaitkannya dengan isu ketidakadilan yang dialami.

Pasca penjelasan resmi BNN Sulawesi Selatan ke publik mengenai metodelogi pemeriksaan yang dilakukan otomatis membuat keyakinan publik akan rekayasa hasil tes menjadi rendah. Suka atau tidak penjelasan BNN akan berimplikasi pada isu dukungan terhadap kotak kosong yang dibingkai isu rekayasa hasil tes kesehatan akan terjung bebas. Atau dengan kata lain kotak kosong di mata masyarakat Maros makin kehilangan daya pikat.

Perspektif ini bermaksud menunjukkan minimnya potensi dukungan serta peluang keterpilihan kotak kosong melihat momentum serta alasan kehadirannya akibat kekecewaan personal.

Kotak kosong tidak lahir sebagai anak kandung akumulasi kekecewaan publik akibat persekongkolan oligarki politik dan ekonomi yang berkolaborasi menyingkirkan tokoh politik populis yang menjadi lawan politiknya.

TERKAIT:  Penggantian Balon Wakil Bupati Maros dan Praktik Demokrasi Prosedural dalam Pilkada

Chaidir Syam sebagai kompetitor kotak kosong dibesarkan oleh ibu yang berperan sebagai orang tua tunggal karena sejak balita ayahandanya telah berpulang ke Rahmatullah, Chaidir Syam jauh dari kriteria Jeffrey A Winters mengenai latar belakang serta sepak terjang para oligarch yang melihat kekuasaan politik bukan sebagai tujuan melainkan sebagai alat untuk mempertahankan kekayaan yang dalam kalimat Winters disebut industri pertahanan kekayaan atau the wealth defense industry.

Chaidir Syam meniti karir dari tangga paling bawah yang sejak remaja sudah akrab dengan dunia organisasi sebagai aktivis remaja masjid di Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI), dan bergabung dengan Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM). Di tengah kegiatan perkuliahan sebagai mahasiswa Fisip Unhas, Chaidir terbilang gesit dan sibuk dengan aktif di lembaga intra kampus serta di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada lembaga ekstra.

Saat meninggalkan kampus Chadir Syam memilih bergulat dengan aktivitas sosial dengan bekerja di lembaga Internasional yang bergerak di Indonesia dengan fokus mengurusi permasalahan hajat hidup orang banyak sebelum pada akhirnya berlabuh di partai politik yang kemudian mengantarnya selama dua periode sebagai legislator Partai Amanat Nasional (PAN) Kabupaten Maros.