Polemik Pembangunan Infrastruktur dan Visi Chaidir Syam untuk Masa Depan Maros

Beberapa hari lalu publik menyaksikan  mantan Bupati Maros dua periode, Ir. H. M. Hatta Rahman, MM secara provkatif mendukung kotak kosong dan mengeritik kinerja petahana Chaidir Syam di periode pertama saat masih berpasangan dengan Suhartina Bohari.

Hatta mengklaim kondisi pembangunan Maros di masa kepemimpinannya jauh lebih baik dibanding pada periode pertama Chaidir Syam-Suhartina Bohari. Hatta bahkan menyebut Chaidir Syam tak memiliki legacy selama memerintah. Sebagai bukti keberhasilannya Hatta menunjuk pembangunan 400 kilometer jalan serta kantor pemerintahan dengan nilai anggaran yang dikelola lebih kecil dibanding pada periode Chaidir Syam-Suhartina Bohari.

Kritik serta klaim keberhasilan Hatta ini sudah ditanggapi Chaidir dengan mengingatkan pandemi covid dan penanganannya di masa kepemimpinannya yang menyerap anggaran besar serta konsentrasi pemerintahannya yang tidak harus memperioritaskan pembangunan infrastruktur fisik karena sudah dilaksanakan rezim pemerintahan sebelumnya di bawah nahkoda Hatta Rahman sendiri dimana dirinya juga merupakan bagian tak terpisahkan sebagai Ketua DPRD kala itu.

Sebaliknya Chaidir Syam menyadari permasalahan krusial yang menghadang dan harus memperoleh perhatian khusus adalah problem sumberdaya manusia serta layanan kesehatan masyarakat. Chaidir sadar betul tanpa mempersiapkan sumberdaya manusia yang handal sejak sekarang dengan memberi porsi yang lebih besar pada sektor pendidikan warga Maros bukan hanya kesulitan meningkatkan taraf hidup mereka tapi juga bakal gagal mempersiapkan kaum milenial serta generasi Z Maros memasuki era persaingan yang semakin kompetitif di masa depan. Kesadaran ini yang membuat Chaidir Syam tidak tanggung-tanggung menggelontoroan anggaran daerah sebesar 700 miliar untuk sektor kesehatan dan pendidikan di periode pertama pemerintahannya.

TERKAIT:  Ramadhan, Tradisi Karitatif & Absennya Kaum Milenial

Untuk mendekatkan serta memastikan layanan kesehatan lebih mudah diakses warga, Chaidir membangun rumah sakit di Kecamatan Camba agar warga bisa segera memperoleh layanan prima tanpa perlu lagi menempuh jarak puluhan kilometer ke rumah sakit daerah di Kota Maros. Sementara mimpi mewujudkan kualitas sumberdaya yang handal agar warga Maros terutama kaum milenial serta generasi Z mampu berpikir kreatif serta inovatif Chaidir mengambil langkah terobosan untuk memastikan kualitas anak didik lewat perekrutan guru dan kepala sekolah penggerak.

Dari aspek pembangunan infrastruktur pendekatan kedua tokoh ini dalam arti sebenarnya tidak beda karena Chaidir sama sekali tak mengabaikan aspek pembangunan fisik sementara Hatta sendiri juga tetap hirau pada aspek pengembangan sumberdaya manusia dan kemajuan ekonomi kreatif. Perbedaannya mungkin karena latar belakang profesi serta disiplin ilmu keduanya. Hatta yang selepas studi S1 Teknik Sipil Unhas meniti karir sebagai kontraktor lalu putar haluan menjadi politisi, sementara Chaidir Syam lepasan S3 yang sejak S1 konsisten mendalami study public policy di Unhas dan sepanjang hidupnya berkecimpung di dunia organisasi serta NGO lalu memilih total sebagai politisi.

Pengalaman panjang Chaidir Syam sebagai organisatoris, tokoh pemuda hingga berkesempatan bergabung dengan salah satu NGO internasional yang memiliki perwakilan di Indonesia ini yang membuatnya kaya perspektif dan cenderung terbuka pada berbagai gagasan dan ide segar.

Gagasan Chaidir Syam melibatkan Maros dalam percakapan global diwujudkannya lewat isu inklusi dengan merespon pembentukan Perda Inklusi, Perda Disabilitas serta mencanankan Maros sebagai kabupaten ramah disabilitas, perempuan dan anak dengan bekersama BaKTI Foundation, lembaga dengan program multi donor yang mendukung efektivitas pembangunan KTI.

TERKAIT:  Kotak Kosong: Paslon Tanpa Wujud, Tanpa Representasi

Kesadaran masyarakat global pada keberlangsungan dan masa depan bumi sebagai kediaman bersama yang harus dijaga secara bersama melahirkan kesadaran ekologi direspon Chaidir Syam dengan berusaha maksimal menuntaskan perjuangan panjang seluruh masyarakat dengan mendorong penetapan Kawasan Kars yang membentang sepanjang Maros-Pangkep sebagai Unesco Global Geopark.

Taman Bumi Global Unesco Maros-Pangkep ini memiliki luas sekitar 46.200 hektar dan diyakini terbesar kedua di dunia setelah kawasan karst di China Selatan. Kini nama Kabupaten Maros tercatat sebagai daerah yang ikut beroontribusi terhadap keberlangsung keanekaragaman hayati dan fauna di muka bumi.

Meskipun demikian Chaidir tidak pernah jumawa mengklaim penetapan Kawasan Kars Maros-Pangkep oleh Unesco sebagai Global Geopark sebagai prestasi pemerintahannya semata, melainkan ke mana-mana memperomosikan prestasi tersebut sebagai hasil keroyokan pemerintah kabupaten, propinsi serta pemerintah pusat.

Namun tidak bisa dipungkiri perjuangan putra-putri terbaik Maros sejak awal berkontribusi signikan. Nama Andi Irfan AB, politisi Partai Amanat Nasioanal serta Wawan Mattaliu, seniman dan politisi ikut berjibaku memperjuangkannya lewat jalur parlemen sebagai anggota legislatif DPRD  Sulsel. Pihak lain yang punya kontribusi besar adalah Muhammad Ikhwan yang lebih akrab dipanggil Iwan Dento, aktivis lingkungan penerima Kalpataru 2023 silam. Dan tak kalah pentingnya adalah peran Hatta Rahman sendiri yang di masa pemerintahannya sebagai Bupati Maros berhasil mewujudkan Kawasan Kars Maros-Pangkep meraih status Nasional Geopark.

TERKAIT: 

Keberhasilan pemerintah dan warga Maros-Pangkep memperjuangkan penetapan Unesco Global Geopark membuat warga bisa memastikan perlindungan bentang alam beserta ekosistem yang meliputi pengetahuan pra sejarah dengan ditemukannya kerangka manusia modern pertama berusia 7200 tahun yang menggemparkan dunia serta mengubah sudut pandan para ilmuwan serta arkeolog mengenai sejarah awal serta migrasi spesies homo sapiens bisa terjaga dan lestari

Dibalik polemik yang dipicu Hatta Rahman ini kita jadi sadar kalau prioritas pembangunan seorang leader sangat tergantung pada konteks serta visi mereka. Leader yang visioner tidak mendewakan pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan serta bangunan perkantoran karena sekadar merencanakan serta menjalankan pembangunan infrastrultur cukup dikerjakan birokrasi.

Bagi Chaidir, kritik Hatta tak ditanggapinya dengan emosional melainkan memilih menjelaskan kendala yang dihadapinya sekaligus menegaskan visi besarnya serta mimpinya mengantar rakyat Maros meraih kesejahtraan sekaligus melibatkannya sebagai bagian dari masyarakat dunia yang ikut memperjuangkan nilai-nilai penghormatan pada lingkungan, keanekaragamana hayati dan fauna serta terlibat langsung dengan aktivitas yang berhubungan dengan sejarah awal kehadiran homo sapiens di muka bumi.

Sebagai doktor pada disiplin yang berhubungan dengan kebijakan publik, Chaidir menyadari pentingnya menyiapkan regulasi serta fasilitas untuk mempermudah investor yang ingin berinvestasi di Kabupaten Maros.

Saat ditanya mengenai iklim investasi jika kelak kembali memimpin Maros. “Mengenai hal itu, jangan ragu,” kata Chaidir Syam.