Kotak Kosong: Paslon Tanpa Wujud, Tanpa Representasi

Pernyataan Marjan Massere’, Liaison Officer (LO) paslon Chaidir Syam-Muetazim Mansyur (CS’TA) dalam forum terbatas yang dihadiri tim pemenangan dengan berseloroh mengasosiasikan pendukung kotak kosong sebagai “setan” sontak mendapat respon keras dari mereka yang mengklaim pendukung kotak kosong. Tidak tanggung-tanggung Marjan Massere’ didemo serta dilaporkan ke Bawaslu.

Marjan sendiri menanggapi semua tuduhan tersebut dengan tenang sembari mengingatkan kalau dirinya hanya mengutip penyataan Plt Bupati Maros, Suhartina Bohari yang sebelumnya menyebut kotak kosong sebagai “hantu” dan menganjurkan masyarakat memilih paslon CS’ TA.

Menurut Marjan, metafor “setan” dalam kosa kata sehari-hari orang Bugis-Makassar merupakan sinonim “hantu” dalam bahasa Indonesia sehingga mempersoalkan dirinya karena ucapan “setan” sama saja dengan mempermasalahkan pernyataan Plt Bupati Maros mengenai ucapannya soal “hantu” untuk menggambarkan kotak kosong.

Selama ini sosok Plt Bupati Maros, Suhartina Bohari diasosiasikan sebagai pendukung kotak kosong hingga sempat dilaporkan ke Bawaslu dengan delik ketidaknetralan sebagai pajabat bupati namun dihentikan Gakkumdu karena dipandang tidak memenuhi unsur pasal yang dilaporkan.

Sementara pada saat yang sama Suhartina Bohari sendiri secara tegas menolak disebut pendukung kotak kosong.

Pernyataan Marjan Massere’ sebaiknya tidak hanya dibaca dalam lanskap pilkada Maros tapi dalam spektrum politik nasional mengenai eksistensi kotak kosong itu sendiri yang sejak awal jadi polemik.

TERKAIT:  Perempuan Tersangka Penipuan Miliaran di Luwuk Banggai Menyebut Perempuan Lain Sebagai Aktor Intelektual

Sejak diatur dalam UU N0. 10 tahun 2016 tentang Pilkada, kotak kosong langsung memicu kontroversi. Pasal terkait kotak tidak memiliki penjelasan detail termasuk derivasi pada tingkat peraturan KPU. Meskipun pasal terkait kotak kosong pernah diajukan ke MK untuk dilakukan uji materiil namun sebatas tuntutan agar kotak kosong juga diakomodir pada pilkada dengan peserta lebih dari satu paslon.

Menariknya, kehadiran kotak kosong berhasil menarik perhatian masyarakat sipil lalu mengemasnya sebagai wadah memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tidak terakomodir dalam paslon tunggal meskipun kenyataannya sepanjang kehadirannya dalam pilkada terhitung hanya sekali menumbangkan paslon tunggal dalam kasus pemilihan Wali Kota Makassar 2018 silam.

Keberadaan kotak kosong yang diharapkan menjadi alternatif bagi masyarakat yang pilihannya tidak terakomodir di paslon tunggal kenyataannya tidak menperoleh perlakuan yang sama di hadapan undang-undang.

Kotak kosong tidak memperoleh fasilitas Alat Peraga Kampanye (APK) sebagaimana yang disiapkan penyelenggara pada paslon tunggal termasuk tidak adanya jadwal kampanye.

Hal kerusial lainnya yang sangat merugikam eksistensi kotak kosong karena tidak memiliki wakil dalam debat kandidat.

Bila ditelusuri lebih dalam persoalan mendasar dari pengabaian hak kotak kosong sebagaimana fasilitas yang diperoleh paslon tunggal dalam undang-undang merupakan konsekuensi dari perspektif yang menempatkan status kotak kosong sebagai benda mati, bukan sebagai subyek hukum yang memiliki hak dan kewajiban.

TERKAIT:  YAYA, CALEG DEMOKRAT SOPPENG LAUNCHING PROGRAM KONSULTASI HUKUM GRATIS

Tanpa upaya meradikalisasi status kotak kosong menjadi setara dengan paslon tidak mungkin berlangsung kompetisi secara fair

Hanya dengan menempatkannya sebagai dengan manusia, kotak kosong bisa memberi mandat atau memiliki wali untuk mewakili kepentingannya memperjuangkan aspirasi pendukungnya.Dalam kasus keberatan terhadap penyebutan kotak kosong sebagai “hantu” atau “setan” pertanyaan yang langsung terbersit di benak setiap orang adalah apa dasar keberatan mereka atau dari mana mereka memperoleh legal standing sehingga merasa berhak mewakili kotak kosong menyampaikan keberatan?

Pertanyaan yang sama akan diajukan terhadap pihak tertentu bahkan panelis dalam debat kandidat bila mengatasnamakan kotak kosong mendebat paslon tunggal atas nama kotak kosong.

Bahkan nama debat kandidat tidak pas disematkan sebagai nama tahapan pilkada bila keberadaan kotak kosong di ruang debat ditampilkan sebatas simbol tanpa wali yang mewakilinya.

Selama tidak ada upaya meningkatkan status kotak kosong menjadi subyek hukum dengan terlebih dahulu meradikalisasi dengan langkah  personifikasi sebagai penyandang hak dan kewajiban halnya dengan manusia maka seluruh kepentingan pendukunnya tidak akan pernah terwadahi.

TERKAIT:  Menguak Jejak Masa Lalu

Argumen ini berusaha menjelaskan mengapa kasus dugaan penghinaan atau penistaan terhadap kotak kosong di pilkada Maros sulit ditindaklanjuti  karena problem legal standing pelapor, termasuk problem kotak kosong yang tidak memiliki wakil atau representasi dalam debat kandidat yang akan digelar Minggu, 3 November 2024 di Hotel Claro Makassar.

Tanpa kehadiran wakil kotak kosong dalam arena debat sejatinya agenda debat kandidat di Hotel Clora bukanlah debat melainkan pendalaman visi misi paslon tunggal.

Sekalipun dalam surat suara terdapat simbol kolom kosong sebagai pilihan alternatif bagi calon dari paslon tunggal namun dari aspek yuridis formal kotak kosong bukan pemangku hak dan kewajiban secara penuh halnya dengan manusia sebagai pasangan calon sehingga kemenangannya tidak dengqn sendirinya menempatkan wakilnya sebagai kepala daerah atau menggugurkan calon paslon tunggal untuk berkompetisi pada pilkada yang akan digelar pada tahun berikutnya.

Atas pertimbangan efektivitas, efisiensi serta percepatan laju pembangunan sejumlah kalangan menyerukan agar sebaiknya memberi dukungan penuh pada paslon tunggal terutama yang kehadirannya tidak dipaksakan oleh oligarki demi menghindari pengulangan pilkada yang hanya menghabiskan energi dan anggaran negara serta biaya sosial yang lebih besar.