Advokat dalam menjalankan profesinya seringkali mengira tugas utamanya sebatas mendampingi klien yang sudah berstatus tersangka atau saat berada di depan persidangan sebagai penasihat hukum terdakwa jika menyangkut kasus pidana. Kesalahpahaman ini bisa jadi disebabkan karena aturan yang mewajibkan pendampingan advokat baru berlaku impratif ketika klien advokat berstatus tersangka dengan ancaman pidana penjara 5 tahun atau lebih. Padahal momentum terbaik bagi advokat dalam memperjuangkan kepentingan kliennya justru di tahap penyeĺidikan. Di tahap penyelidikan jika dimaksimalkan masih memungkinkan klien advokat terhindar dari status paling menakutkan sebagai tersangka.
Penyidik dalam merumuskan dugaan tindak pidana tidak tertutup kemungkinan sulit bertindak dan bersikap profesional akibat kurangnya pemahaman terhadap materi atau obyek penyelidikan maupun faktor non hukum yang ikut bermain. Semua kemungkinan ini bisa terjadi sehingga peran advokat sebagai pihak yang mengawasi serta mengontrol kemungkinan ketidakprofesionalan penyidik di tahap penyelidikan menjadi sangat signifikan dan strategis. Dengan melakukan pendampingan serius terhadap kliennya advokat bisa memahami sudut pandang atau pintu masuk penyidik dalam merumuskan dugaan tindak pidana yang akan disangkakan terhadap kliennya.
Dengan memahami perspektif penyidik advokat bisa mempersiapkan kemungkinan langkah hukum semisal pra pradilan atau langkah hukum lain jika melihat kejanggalan atau kesalahan dalam penetapan tersangka. Termasuk menghadirkan saksi a de charge untuk diperiksa penyidik berikut menghadirkan bukti atau dokumen yang meringankan klien advokat.
Dalam kasus penyelidikan dugaan tipikor yang melibatkan klien advokat masih terbuka peluang untuk dihentikan kasusnya manakala yang bersangkutan bersedia melakukan pengembalian mengingat prioritas pemberantasan korupsi lebih menekankan aspek recovery keungan negara dibanding pemberian sanksi pidana. Atau setidaknya jika pendampingan advokat dilakukan di tahap penyelidikan memungkinkan advokat bisa sejak dini mempersiapkan dokumen serta saksi-saksi untuk membela kliennya di pengadilan kelak.
Bayangkan jika advokat bermasa bodoh di tahap penyelidikan dan baru aktif ketika kliennya sudah ditetapkan sebagai tersangka padahal sejak awal sudah menandatangani surat kuasa.
Apakah tindakan semacam ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran kode etik?
Dalam menjalankan profesinya advokat memiliki hak serta dibebani tanggung-jawab oleh undang-undang dengan tujuan membela kepentingan kliennya secara maksimal. Untuk kepentingan itu undang-undang membekali advokat dengan beragam hak diantaranya, hak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang terkait kasus yang dihadapi dan seterusnya. Untuk kepentingan pembelaan, advokat memiliki kewenangan yang dimuat secara detail dalam surat kuasa dan diringkas dan tercermin dalam kalimat sapu jagat, “Penerima kuasa berhak melakukan segala perbuatan hukum yang dipandang perlu dan berguna bagi kepentingan hukum pemberi kuasa”. Surat kuasa ini yang membebani tanggung-jawab besar bagi advokat dalam menjalankan kewajibannya baik di dalam maupun di luar persidangan, ditahap penyelidikan maupun penyidikan.
Surat kuasa ini pula yang bisa dijadikan tolak ukur apakah advokat telah menjalankan kewajiban profesionalnya atau justru mengabaikannya. Kontrak pada prinsipnya bersifat suci (holy) sehingga pelanggaran terhadap kontrak termasuk pengabaian hak klien yang tertuang dalam surat kuasa merupakan prilaku yang buruk yang bisa dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran kode etik profesi.
Profesi advokat itu dikategorikan officium nobile sehingga menjadi tanggung-jawab bagi advokat dalam menjalankan profesinya senantiasa menjaga kehormatan profesinya baik di dalam maupun di luar pengadilan termasuk keseriusannya dalam mendampingi kliennya di tahap penyelidikan maupun penyidikan. Hal lain yang seringkali menjadi penyebab advokat melalaikan tanggung-jawab profesionalnya karena keengganan berhadap-hadapan atau berseberangan dengan aparat penegak hukum lain demi menjaga relasi atau hubungan baik sekalipun disadari tindakan penegak hukum tersebut merugikan kliennya.
Pengabaian terhadap tanggung-jawab profesi yang merugikan klien advokat pada saat yang sama memberi hak klien advokat menarik kembali kuasa yang telah ditandatanganinya sekaligus memungkinkan advokat bersangkutan dilaporkan sebagai bentuk pelanggaran kode etik ke depan Dewan Kehormatan pada organisasi profesi dimana advokat tersebut bernaung.
Penulis: Arfan Ridwan, S.H. – Advokat & Konsultan Hukum, Kordinator Forum Solidaritas Advokat Muda (ForSam)