Pasca terlibat mengungkap kebenaran dibalik upaya rekayasa kasus pembunuhan Brigadir Joshua publik menyanjung Kamaruddin Simanjuntak sebagai pahlawan. Dan konsekuensinya tentu saja Kamaruddin dituntut publik menuntaskan atau setidaknya menjadi corong publik membuka sejumlah kasus yang selama ini diduga dipetieskan. Akibatnya, berbagai kasus yang merentang dari masa SBY di masa lalu hingga kasus teranyar diduga melibatkan Dirut PT Taspen soal dana 300 triliun untuk modal kampanye Capres diumbar Kamaruddin ke ruang publik.
Di tengah banjir puja-puji banyak yang mengeritik Kamaruddin sedang “mabuk panggung” dan memintanya lebih berhati-hati serta fokus pada kasus Sambo dan tidak mengurusi semua hal. Mereka menuntut Kamaruddin terlebih dahulu mempertimbangkan serta memastikan kebenaran segala sesuatunya sebelum dilontarkan ke publik.
Berharap sikap dan tindakan Kamaruddin bak ilmuwan yang teliti serta penuh pertimbangan sebelum mengambil kesimpulan pada saat bersamaan menuntut Kamaruddin setiap saat tampil ke ruang publik dengan kalimat berapi-api tanpa rasa takut rasanya berlebihan. Mengharapkan dua karakter tersebut berpadu dalam diri Kamaruddin Simanjuntak serupa anak perawan yang mengharapkan pasangan yang cool sekaligus luwes dan mudah bergaul. Mereka yang teliti, penuh pertimbangan otomatis lamban dalam mengambil keputusan. Sebaliknya mereka yang reaktif, tidak memikirkan risiko, biasanya tidak terlalu banyak pertimbangan serta sedikit ceroboh.
Kalau sejak awal yang mendampingi keluarga Brigadir Joshua tipikal advokat sebelum menyampaikan informasi ke publik semuanya harus ditakar dan disaring terlebih dahulu bisa dibayangkan nasib kasus kematian Brigadir Joshua endingnya seperti apa.
Menyikapi sepak terjang Kamaruddin Simanjuntak, Deolipa Yumara, Alvin Lim serta mereka yang sudah putus syaraf takutnya tidak perlu dihadang dengan UU ITE. Hadapi saja mereka dengan santai, toh terbuka ruang yang cukup lebar untuk menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi tampa harus membungkam mereka dengan menyingkirkannya ke sel tahanan.
Sikap Ahok yang batal melaporkan Kamaruddin Simanjuntak soal pencemaran nama baik karena dianggapnya hanya buang-buang waktu adalah sikap bijak yang perlu diapresiasi. Namun tidak semua orang yang merasa dirugikan oleh pernyataan Kamaruddin akan bersikap seperti Ahok yang hanya merasa buang-buang waktu melaporkan Kamaruddin.
Pada saat bersamaan para bulldozer ini dituntut bersikap jantan meminta maaf kalau ternyata memang keliru. Dari sini titik temu berbagai perselisan terbuka di ruang publik bisa diselesaikan tanpa harus berurusan dengan hukum.
Di tengah karut-marut permasalahan yang dihadapi bangsa ini sulit membayangkan perubahan revolusioner tanpa orang-orang seperti Kamaruddin, Deolipa, Alvin Lim serta yang lainnya dengan segala kekurangannya, dan terutama dukungan publik alias netizen yang maha perkasa.
Pada gilirannya ekuilibrium berbagai permasalahan antar warga secara terbuka di ruang publik akan berjalan secara alami dan akan menggilas mereka yang menghalangi jalannya.