Pelantikan Pengurus IKA Unhas Periode 2022-2026, Sabtu, 14 Mei 2022 berlangsung meriah dan bertabur tokoh. Dihadiri kepala daerah, akademisi, politisi, pengusaha, jurnalis hingga aktivis NGO. Menariknya sebagian besar tokoh yang hadir merupakan bagian dari 900 pengurus yang ikut dilantik. Ini kali pertama sepanjang sejarah pelantikan pengurus IKA Unhas digelar sangat meriah dengan jumlah pengurus yang fantastis.
Melibatkan pengurus yang demikian besar tak pelak menuai pujian sekaligus kritikan. Ikhtiar melibatkan partisipasi maksimal dengan mengakomodir keragaman latar belakangan alumni pada saat yang sama dituding sebagai strategi menyeret simbol Unhas ke arena politik praktis. Kritik ini mudah dipahami melihat komposisi pengurus IKA Unhas yang pada beberapa posisi strategis ditempati politisi dan birokrat.
Apa mungkin organisasi alumni sekelas IKA Unhas terbebas dari anasir politik?
Bagi sebagian alumni potensi rembesan politik ke dalam tubuh IKA tidak terlalu mencemaskan dibanding misalnya sulitnya mengakses pekerjaan sesuai kompetensi yang dimiliki. Fenomena kesulitan memasuki dunia kerja sejak dulu menjadi momok bagi alumni membuat momentum pelantikan pengurus IKA kembali memantik pertanyaan klasik, apa ke depannya IKA mampu menjadi solusi terhadap permasalahan yang dihadapi alumni.
Alih-alih berusaha membela netralitas IKA pada kemungkinan terseret dalam kepentingan politik,
Dr. Hasrullah, M.A. pakar Komunikasi Politik Unhas dalam kolomnya, “Kemenangan IKA Unhas” di Fajar.co.id, Rabu, 18 Mei 2022 justru berharap IKA berperan aktif mendorong alumninya terlibat dalam palagan politik nasional. Bagi Hasrullah, keberhasilan alumni Unhas diukur salah satunya dari kemampuan menempatkan alumninya pada posisi politik strategis di level nasional. Berdasarkan data yang diajukan Hasrullah jumlah alumni Unhas yang berkiprah sebagai DPR-MPR RI jumlahnya tidak cukup signifikan hanya sekitar 3-5 persen. Dengan jargon, ‘Sinergitas, Kolaborasi, dan Kontribusi,” Hasrullah haqul yaqin IKA di bawah kepemimpinan Andi Amran Sulaiman (AAS) mampu memaksimalkan potensi alumni untuk meraih kembali kejayaan yang pernah dicapai senior mereka lewat pengkaderan politik yang diselenggarakan secara profesional oleh IKA.
Hasrullah halnya dengan umumnya alumni yang berlatar aktivis kampus memimpikan IKA menjadi semacam kawah candradimuka untuk menggembleng alumni muda agar mampu berkiprah di pentas politik nasional.
Melihat alasan kehadiran IKA 23 Maret 1963 silam sebagai sarana komunikasi antar alumni sekaligus mengembang misi pembinaan terhadap alumni, almamater, dan masyarakat sesuai tri dharma perguruan tinggi sangat mungkin menafsirkan IKA sebagai medium konsolidasi untuk terlibat dalam palagan politik nasional. Hanya saja bermaksud memanfaatkan IKA sebagai sumber daya politik penting mencermati pandangan Moch Hasymi Ibrahim, budayawan yang juga alumni Unhas dalam kolomnya, “Alumni’ di makassar.tribunnews.com Minggu, 15 Mei 2022, “Sangat tidak mungkin menjadikan IKA sebagai kekuatan politik, namun ikatan emosional yang menjadi alasan pembentukannya memungkinkan IKA dieksplorasi untuk mendulang dukungan politik secara signifikan jika digarap dengan sistematis. Dibutuhkan effort besar untuk bisa mengkonsolidasi alumni yang berserak hingga ke pelosok negeri,”.
Menyadari kesulitan ini, selama kepemimpinannya JK memilih menempatkan IKA sebatas kekuatan simbolik ketimbang melakukan konsolidasi besar-besaran yang membutuhkan energi luar biasa. Soal strategi sparing action ini AAS sebagai nakhoda baru IKA bisa belajar banyak dari JK sambil mengupayakan strategi baru mewujudkan sinergitas seluruh alumni dengan memanfaatkan kemajuan teknologi digital.
Sebagai langkah awal mewujudkan komitmen peningkatan SDM alumni terutama mereka yang baru menyelesaikan studinya, IKA telah melakukan terobosan untuk mempersiapkan mereka memasuki dunia kerja lewat pelatihan dan pendidikan bagi alumni baru yang dikemas dalam program sekolah bisnis, hukum, politik dan lainnya untuk alumni baru. Kebijakan ini tentu sangat menggembirakan mengingat iklim di luar kampus yang sangat keras serta sering kali tidak bersahabat bagi alumni baru yang umumnya berbekal skill pas-pasan serta minus pengalaman. Problem yang sama sesungguhnya juga diidap alumni senior yang juga tidak mudah menaklukkan dunia luar kampus yang terus memaksa untuk tidak saja beradaptasi tapi juga menuntut setiap orang berkarya dan terus berinovasi.
Hanya lewat karya, gagasan serta komitmen pada agenda kemanusiaan serta kebangsaan IKA Unhas memiliki andil dalam membangun peradaban masa depan Indonesia yang demokratis dan berkeadilan. Agenda ini yang abai dilakukan umumnya organisasi alumni karena bisa jadi dipandang resisten terhadap alumni mereka yang sedang menduduki posisi penting dalam kekuasaan.
Sebagai manusia terdidik dalam masyarakat alumni Unhas dituntut terlibat aktif merumuskan serta mencari jalan keluar berbagai problem kemasyarakatan serta kebangsaan. Unhas hingga saat ini terbilang sebagai universitas terbesar di Indonesia timur dengan jumlah alumni ratusan ribu yang berkiprah di seluruh pelosok negeri hingga mancanegara. Posisi strategis ini secara moral menuntut IKA Unhas tidak saja fokus memikirkan nasib alumni serta universitas tercinta tapi sekaligus berperan sebagai jangkar intelektual dalam penegakan demokrasi, hak asasi serta tata kelola pemerintahan yang baik. Peran ini kemungkinan besar diabaikan mereka yang fokus memikirkan jalan politik sebagai sarana memperoleh kekuasaan untuk atau atas nama peningkatan SDM alumni.
Selain ikut mensupport kinerja IKA, sikap kritis alumni terhadap penyelenggaraan organisasi maupun tindakan pengurus yang tidak on track dalam mengelola IKA harus dipertahankan. Kritik halnya pujian sebaiknya diterjemahkan dalam bingkai kecintaan terhadap organisasi maupun sesama alumni.
Keberhasilan pengurus IKA yang baru saja dilantik salah satunya bisa diukur dari kemampuannya mewujudkan dua agenda ini, IKA untuk alumni juga untuk negeri. Agenda ini sekaligus menjadi pembeda antara IKA Unhas dengan umumnya organisasi kealumnian.